Keep Learn and Practice

Keep Learn and Practice

Sabtu, 17 November 2012

Pahlawan Nasional dari Biak J.A Dimara


Pemerintah menetapkan dua tokoh sebagai pahlawan nasional. Dua tokoh yang ditetapkan yakni DR Johannes Leimena dari Maluku dan Johannes Abraham (JA) Dimara dari Papua. Siapak Dimara. Rupanya banyak yang tidak tahu. Pahlawan nasional Johane Abraham Dimara lahir di desa Korem Biak Utara pada tanggal 16 April 1916. Dia adalah putra dari Kepala Kampung Wiliam Dimara. Ketika mulai beranjak besar (13 tahun), ketika masih disekolah desa, dirinya diangkat anak oleh orang Ambon bernama Elisa Mahubesi dan dibawa kekota Ambon. Anak Biak yang tumbuh cepat dengan postur atletis ini mulai masuk agama Kristen dan diberi nama Johanes Abraham. Nama kecilnya Arabel berganti Anis (dari Johanes) Papua (berasal dari Irian). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan Dimara pada tahun 1930. Selanjutnya masuk sekolah pertanian dan selesai tahun 1935. Sesuai dengan pendidikannya pada sekolah Injil yang dilakukannya setelah tahun 1935 (saat itu usianya mendekati 20 tahun), dirinya kemudian menjadi tokoh dalam profesi nya lebih lanjut yaitu guru agama Kristen. Dia menjadi guru penginjil di kecamatan Leksula, Maluku Tengah . Tepatnya di pulau Buru. Ketika zaman Jepang tiba, Dimara masuk menjadi anggota Heiho. Ketika Indonesia merdeka, Dimara bekerja dipelabuhan Namlea Ambon. Pada suatu hari ditahun 1946, masuk kapal Sindoro berbendera Merah Putih. Sebenarnya ini adalah kapal yang membawa sejumlah Anggota ALRI asal suku Maluku dari Tegal. Maksudnya melakukan penyusupan di Ambon untuk memberitakan peristiwa Proklamasi dan tentu saja berjuang. Komandan pasukan ini adalah Kapten Ibrahim Saleh dan jurumudi Yos Sudarso (kemudian jadi Laksamana dan gugur di laut Aru). Dimara sebagai anggota polisi, ditugaskan untuk meneliti kapal RI ini. Maka terjadi pembicaraan diatas kapal, khususnya dengan Yos Sudarso. Pihak RI minta bantuan agar kapal bias mendarat penuh. Merasa insting nasionalismenya bangkit, Dimara bersedia membantu. Tapi menganjurkan agar kapal didaratkan di Tanjung Nametek sekitar satu kilometer dari namlea. Selanjutnya Dimara membantu perjuangan RI. Sempat ditangkap dan dipenjara bersama para pejuang Indonesia lainnya. Tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan, bergabung dengan Batalyon Patimura APRIS dan ikut dalam penumpasan RMS. Pada suatu hari dalam kunjungan ke Makasar (sekitar tahun 1950-an), Presiden Soekarno menengok pasien di Rumah sakit Stella maris. Ketika itu Dimara sedang dirawat di Rumah sakit Stella Maris itu. Itulah pertama kali Dimara bertemu Presiden RI. Tidak terasa waktu berjalan cepat dan tahun 60-an RI berjuang untuk mengembalikan Pulau Irian bagian barat kedalam pangkuan Ibu Pertiwi. Dimara adalah salah seorang pejuang yang ikut dalam pembebasan Irian Barat. Dirinya adalah anggota OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat). Sungguh jasanya tidak kecil karena dalam operasi di Kaimana, dia sempat ditangkap dan terluka. Dimara adalah saksi hidup perjuangan RI didaerah timur dan pangkatnya Mayor TNI menjelang pensiun. Pada tahun 2000 dirinya ditemui Wapres Megawati dirumah kontrakan sederhanaya didaerah Slipi. Meskipun pernah menjadi anggota DPA, Dimara orang sederhana yang mencintai Tanah Air Indonesia dan Bendera Merah Putih. Pada tanggal 20 Oktober 2000, Johanes Dimara tutup usia.
Sumber : Rushdy Hoesein

Selasa, 23 Oktober 2012

Liliana Shares Stories: SEJARAH NAMA INDONESIA

Liliana Shares Stories: SEJARAH NAMA INDONESIA: Nama Indonesia pertama kali muncul di dunia pada tulisan James Richardson Logan halaman 254. Sedangkan Logan sendiri adalah orang Skot...

Senin, 01 Oktober 2012

CERITA RAKYAT DARI PULAU BIAK NUMFOR


Ini cerita rakyat yang aku dapat dari anak muridku. Aku tugaskan mereka mencari cerita rakyat dari orang tua, nene ato tete ( kakek ). Melihat betapa mereka kurang tertarik untuk melestarikan budaya walaupun dari suku mereka sendiri.Salah satu yang membuat aku tertarik tentang kampung Saba dan Warwe karena kebetulan aku dan keluarga sudah beberapa kali jalan2 ke sana. Perjalanan ke kampung itu kurang lebih 1 jam dari pusat kota Biak. Masukan dari teman2 aku tunggu terlebih yang dari Biak sendiri.


GADIS YOMNGGA DENGAN ULAR NAGA
Dahulu kala didaerah pesisir pantai Biak Timur terletak beberapa perkampungan. Dari sekian itu terdapat dua buah kampung yang letaknya berdekatan, yaitu kampung Saba dan Warwe. Pada kedua kampung dimaksud berdiam pula beberapa keret ( marga ) yang salah satu diantaranya adalah keret Yomngga. Di keret itu hiduplah seorang nenek bersama 3 orang cucunya, yakni seorang perempuan dan dua orang laki-laki. 

Adapun ke-3 bersaudara ini dibesarkan oleh neneknya, karena sewaktu masih kecil ayah dan ibunya telah lama meninggal dunia. Wajarlah bagi si nenek dalam menjamin kelangsungan hidup cucunya dengan pengorbanan dan kasih sayangnya. 

Dalam menyambung hidupnya sehari-hari si nenek menempuh cara berladang. Ternyata si nenek sudah mengerjakan sebuah ladang yang ditanami pula dengan berbagai tanaman. Setiap pergi pulang selalu melalui jalan serbiser, yakni sebuah jalan dari kampung yang menuju ladangnya. Walaupun jaraknya jauh, namun bagi si nenek tidak menjadi penghalang, karena sudah biasa menempuh jarak itu. 

Konon disekitar jalan serbiser ada penghuninya yang selalu mengawasi setiap insan yang lalu lalang disitu. Termasuk juga si nenek dengan cucunya Yomngga yang sudah menjadi seorang gadis. Penghuni itu adalah seekor ular naga yang rupanya telah lama jatuh cinta kepada Yomngga. Namun bagaimana caranya supaya dapat memiliki gadis itu baginya belum ada pemecahan. 

Pada suatu hari pergilah si nenek bersama Yomngga hendak bekerja di ladangnya. Mereka melalui jalan serbiser dan tanpa diketahui bahwa ada yang sedang mengamati kepergiannya setelah keduanya berlalu sang ular tak dapat menahan dirinya lagi ketika melihat gadis Yomngga. Baginya sekarang, timbul berbagai pertanyaan dalam benaknya. “Bagaimana caranya agar aku dapat memiliki gadis itu? Dengan jalan apa supaya aku dapat mengikuti jejaknya ke rumah untuk bertindak sebelum terlambat, sekarang juga aku mencari tempat yang baik dan aman untuk mewujudkan” batinnya

Ia pun segera mencari dan membelitkan tubuhnya pada sebatang pohon yang berada di pinggir jalan dekat dengan sebuah tanjakan serta menunggu sepanjang hari, akhirnya mataharipun condong ke barat dan hari sudah sore, maka semua insan pun bersiap-siap hendak pulang ke peraduannya masing-masing.
Di jalan serbiser kini menjadi sunyi, segenap margasatwa disekelilingnya berdiam diri sebab dirasanya sebentar lagi ada suatu keanehan yang akan terjadi di tempat itu.

Sementara itu si nenek dengan cucunya dalam perjalanan pulang. Makin lama makin mendekat ke tempat ular naga itu akhirnya tibalah mereka di tanjakan tadi. Karena tanjakan ini agak sulit dilalui maka si nenek jalan terlebih dahulu sementara si gadis mengamati neneknya dari belakang.

Inilah saat yang terbaik bagi si ular naga untuk mewujudkan niatnya. Kemudian ia menjulurkan tubuhnya dan melingkarkan tubuhnya kedalam noken ( tas tradisional khas Papua ) si gadis, sang gadis tidak merasakan apapun yang menimpa dirinya karena perhatiannya tertuju pada si nenek .

Kini giliran Yomngga untuk berjalan dan segera menyusul neneknya. Tibalah mereka di sebuah pemandian di pnggir jalan, karena sudah mendekati kampung maka singgahlah mereka untuk melepas lelah dan mandi. Setelah itu mereka berkemas dan melanjutkan perjalanan pulang mereka. Saat itulah si nenek melihat seekor ular di dalam noken Yomngga. Mereka sangat ketakutan dan lari meninggalkan nokennya. Lalu terdengarlah suara ular memanggillnya dari belakang. Karena sudah lelah berhentilah keduanya dan bertanya siapa gerangan sebenarnya ular itu. Kedua heran sebab ular itu dapat berbicara seperti manusia. Mereka lalu menghampiri sang ular untuk mengetahui apa yang diinginkan ular itu.
“Hai perempuan…. janganlah takut kepadaku, tetapi bawalah aku kerumahmu dan sembunyikan aku di dalam kamarmu” kata ular. Ketika mendengar permintaan sang ular kedua nya saling berpandangan dan sepakat untuk membawanya di dalam noken.
Setiba dirumah ular itu disembunyikan di dalam kamar yomngga. Setiap malam berkilau-kilaulah sisiknya menerangi kamar Yomngga. Melihat keadaan itu takutlah kedua saudara Yomngga. Mereka tidak berani bertanya kepada Yomngga maupun si nenek.

Kini mereka hidup bersama ular dengan penuh rahasia. Hanya si Yomngga yang mengetahui segalanya. Pada malam hari ular itu menjelma menjadi manusia dan menemani Yomngga tidur di sampingnya. Keinginannya untuk mengawini Yomngga tercapailah sudah.

Hari berganti hari akhirnya Yomngga hamil dan kedua saudaranya menanyakannya kepadanya mengenai keadaannya itu.
“Siapakah yang melakukan perbuatan itu?” tanyanya
“Dari sekian banyak pemuda di kampung ini tidak ada yang melakukannya, hanya satu, yakni ular yang selama ini ada dalam kamarku” jawab Yomngga
Mendengar jawaban itu kedua saudaranya tidak yakin dan meminta agar menunjukkan kepada mereka dimana ular itu. Yomngga pun menunjukkan ular itu dalam kamarnya dan terkejutlah mereka demi melihat ular itu dalam kamar.

Kedua saudaranya murka karena hal itu telah berlangsung lama tanpa mereka ketahui. Mereka pun meninggalkan saudaranya dengan perasaan jijik tetapi dibalik itu mereka sepakat akan membinasakan ular itu sebelum semuanya diketahui oleh orang-orang kampung.

Pada suatu hari keluarlah mereka hendak mencari ikan. Mereka menyelam mengitari batu-batu karang  tetapi setekun apapun mereka mencari tetap saja mereka tidak menemukan ikan seekor pun.
Dengan hati kesal mereka pulang dan setibanya dirumah sang ular bertanya “Bagaimana hasilmu hari ini?”
“Tak ada seekorpun! Kami tak sanggup menyelam ke dasar laut karena tidak ada alat yang dapat kami gunakan untuk menangkap ikan” jawabnya

“Kalau begitu sediakanlah akar tuba untuk mencari ikan di karang.” kata si ular
Mendengar usul itu gembiralah keduanya lalu pergi ke hutan untuk mencari akar tuba. Tak lama kemudian mereka kembali dengan membawa akar tuba yang dimaksud dan menyerahkan pada si ular.
Keesokan harinya keluarlah si Ular bersama kedua saudara Yomngga hendak mencari ikan dilaut. Ketika di sebuah tempat bernama Inggow  yang diduga banyak ikannya mereka  memakai akar tersebut untuk meracuni ikan. Seketika lemaslah ikan disekitar tempat itu dan mereka tinggal memunguti ikan yang sudah tidak berdaya tersebut.
Untuk mengikat perahu, ular menggunakan ekornya . Ia terus meracuni ikan tanpa tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Saat memunguti ikan itu kedua bersaudara itu bersepakat untuk menjalankan niat jahatnya. Mereka naik ke perahu lalu mengambil parang dan memotong ular menjadi delapan potong. Seketika itu matilah si Ular. Sesudah melakukan niatnya keduanya meninggalkan bangkai ular ditempat itu lalu pulang kerumah.
Setibanya dirumah mereka menceritakan semuanya kepada nenek dan Yomngga. Mendengar hal itu marahlah si nenek dan Yomngga lalu mengasingkan diri selama beberapa hari ke dalam hutan. Saat mereka kembali ke  kampung, mereka pergi ke tempat potongan ular itu hendak menguburkan bangkai si Ular dan mengaturnya berderetan antara kampung Saba dan Warwe.
Seketika itu pula berubahlah bangkai sang Ular menjadi batu karang yang hingga kini menjadi pulau-pulau kecil diantara kedua kampung tersebut dan masing masing  diberi nama: KARYIU SRAM ( batu orang muda), SAWAKI, KADUKI (sejenis tumbuhan yang melekat pada pohon), KARBUI, IFENKER(sepengggal bete), WOMEN SIMBRIR( budah bubar), AMAWI (penoko sagu) dan MANSASIO (terbelah).
Setelah genap waktunya, Yomnga kemudian melahirkan sepuluh ekor ular.
Sekian lama sendirian akhirnya datanglah seorang lelaki hendak meminangnya, lelaki itu berasal dari keret Faindan, setelah mengadakan perundingan akhirnya merekapun dinikahkan.
Penikahan yang dianggap bahagia ini tidak berjalan begitu lama  sebab bila sang lelaki hendak berhubungan dengan istrinya ia selalu keracunan dan pada akhirnya ia meninggal dunia. Setelah dicari penyebab kematian maka sinenek mengobati dengan menggunakan daun-daunan dan akhirnya keluarlah salah seekor anak ular yang pernah dilahirkan Yomngga dulu.
Dengan adanya peristiwa ini, rahasia perkawinan ular dengan Yomngga pun terbongkarlah dan tersebar luas hingga keret Yomngga merasa malu dan sepakat untuk meninggalkan kampung. Mereka mengarungi laut ke arah barat lalu mendiami daerah Sorong dan Raja Ampat dekat sebuah sungai  kecil yang diberi nama sungai Yomngga.